Ronggowarsito sebagai Filsuf Besar Nusantara
RONGGOWARSITO SEBAGAI FILSUF
BESAR NUSANTARA
Pada awal 90-an, saya pernah membaca sebuah buku yang
di dalamnya ada kutipan puisi:
East is East and West is West, and never the twain
shall meet (Timur adalah Timur dan Barat adalah Barat dan keduanya tidak akan
pernah bertemu).
Puisi itu ditulis abad ke 19 M oleh Rudyard Kipling,
seorang sastrawan Inggris kelahiran India. Puisi berjudul The Ballad
of East and West itu sangat terkenal. Terutama karena rangkaian
kata-katanya dijadikan semboyan kolonialis Eropa untuk menancapkan kaki
penjajahan di benua Asia dan Afrika.
Pesan terselubung dibalik rangkaian puisi adalah: ras
bangsa Barat (ketika itu khususnya Eropa) dan ras bangsa Timur (Asia dan
Afrika) selamanya akan berbeda secara mendasar yang tidak akan pernah bisa
disatukan. Dan kedudukan ras Barat lebih tinggi dari ras Timur.
Rangkaian kata dalam puisi itu menjadi semacam
kekuatan ras Barat dalam melegitimasi penjajahan dan penjarahan terhadap
kekayaan dan harta milik ras Timur. Itulah yang menjadi dasar penjajahan Bangsa
Eropa terhadap sesamanya di Asia dan Afrika.
Setelah Perang Dunia Kedua berakhir, maka Barat dan
Timur menyatu hingga kini. Tidak ada lagi pemisah antara ras Barat dan ras
Timur. Kedua ras ini berada dalam kedudukan sederajat dalam menghuni Bumi.
(Sepintas lalu, pesan puisi tadi kehilangan relevansinya. Tetapi kenyataannya
tidak demikian).
Mitos
Kolonialisme yang terjadi hingga pertengahan abad ke
20 bukan hanya dalam bentuk penjajahan secara fisik, melainkan penjajahan
pikiran. Inilah yang menjadi persoalan. Meskipun Negara kita sudah merdeka
(yang ditandai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945), tetapi alam pikiran kita
belum bebas dari sisa-sisa penjajahan tempo dulu. Tentu saja tanpa kita sadari.
Penjajahan pikiran ini antara lain tercermin dalam
berbagai mitos yang berkembang di negeri ini, baik mitos terhadap tokoh
(Sukarno, Pangeran Diponegoro,
dan lain-lain), mitos terhadap tempat (makam keramat, Gunung angker, dan
lain-lain), mitos terhadap benda purbakala (candi, menhir, keris dan
lain-lain).
Harus diakui, penilaian terhadap mitos itu relatif:
ada mitos baik, mitos buruk, mitos benar dan mitos salah. Atau dengan kata
lain, apapun mitos yang selama ini berkembang di masyarakat masih tetap dapat
diperdebatkan nilai dan fungsinya.
Tulisan ini sekilas mengulas seputar mitos terhadap
seorang putra terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini yang namanya sangat
fenomenal: Raden Ngabehi Ronggowarsito (1802-1873).
Sosok fenomenal ini dikenal karena kecerdasan
supranaturalnya yang jauh di atas orang-orang cerdas supranatural pada masanya.
Bahkan hingga kini, kecerdasan supranaturalnya belum tertandingi siapapun.
Dalam berbagai buku, makalah, seminar, skripsi,
disertasi, tulisan di internet dan ulasan berbagai media, senantiasa
menempatkan Ronggowarsito sebagai pujangga dan peramal terbaik yang pernah
dimiliki bangsa ini.
Ronggowarsito terkenal karena karya-karyanya
mengandung bermacam ramalan hingga ratusan tahun ke depan. Berikut petikannya:
Amenangi zaman edan,
Ewuh aya ing pambudi,
Milu edan nora tahan,
Yen tan milu anglakoni,
Boya kadumen melik,
Kaliren wekasanipun,
Ndilalah kersa Allah,
Begja begjane kang lali,
Luwih begja kang eling klawan waspada,
Maknanya:
Menyaksikan zaman gila,
Serba susah dalam bertindak,
Ikut gila tidak akan tahan,
Tapi kalau tidak mengikuti (gila),
Tidak akan mendapat bagian,
Kelaparan pada akhirnya,
Namun telah menjadi kehendak Alloh,
Sebahagia-bahagianya orang yang lalai (lupa),
Akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.
Karya-karya Ronggowarsito yang terkenal diantaranya:
Serat Kalatida berisi gambaran penjajahan yang disebut Zaman Edan. Serat Jaka
Lodang berisi ramalan datangnya Zaman Baik dan Serat Sabdatama yang berisi
ramalan tentang sifat Zaman Makmur dan Perilaku Manusia yang Tamak.Bahkan menjelang
akhir hayatnya, beliau menulis Serat Sabdajati yang diantaranya berisi ramalan
saat kematiannya sendiri.
Tetapi, nanti dulu. Sosok fenomenal yang namanya
selalu diidentikkan dengan julukan peramal ini tampaknya tidak sesuai lagi
disematkan pada Ronggowarsito. Julukan peramal adalah mitos menyesatkan yang
(dengan atau tanpa sengaja) tertanam kuat di dalam benak masyarakat. Dengan
kata lain, Ronggowarsito memiliki kecerdasan yang lebih dari sekadar seorang
peramal. Ronggowarsito adalah filsuf besar Nusantara.
Sumber : https://gus7.wordpress.com/2012/06/21/ronggowarsito-sebagai-filsuf-besar-nusantara/
Sumber : https://gus7.wordpress.com/2012/06/21/ronggowarsito-sebagai-filsuf-besar-nusantara/

0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda